Rumah makan sederhana yang tersohor dengan kelezatan pepes jambalnya ini sebenarnya sudah didirikan pasangan Haji Dirja dan Siti Kurnia sejak tahun 1985. Lokasinya bersisian dengan bendungan tua yang dibangun tahun 1925 di Desa Walahar, Karawang Timur, Jawa Barat. Masakan pepes dari rumah makan ini pun kemudian dikenal dengan sebutan Pepes Walahar.
Siang itu, aroma pepes yang tengah dibakar tercium kuat dari dapur yang luas di areal muka rumah makan. Haji Dirja sendiri ikut turun ke dapur. Pria kurus berusia lebih dari setengah abad ini tengah mengipas-ngipasi nasi yang baru saja tanak. Beberapa pegawai yang lain hilir mudik di dapur mengawasi tungku-tungku berbahan bakar kayu dan serbuk kayu. ”Ini nasinya dari sawah sendiri,” ujar Haji Dirja, yang masih memiliki sawah seluas sekitar 30 hektar di Karawang.
Selain pepes jambal yang menjadi rajanya, di rumah makan ini juga tersedia aneka pepes lainnya. Mulai dari pepes jamur, pepes oncom, pepes ikan mas, pepes ayam, pepes tahu, pepes teri, pepes ikan peda, dan pepes ati-rempela ayam. Seperti di rumah makan padang, pramusaji akan menyajikan seluruh pepes itu kepada pengunjung, baru menghitung belakangan jumlah bungkusan pepes yang termakan.
Seorang pramusaji kemudian datang dengan piring-piring berisi aneka pepes yang terbungkus daun pisang berkilat-kilat oleh minyak. Tak perlu khawatir, pepesnya sendiri sebenarnya tidak dibanjiri minyak. Kita perlu membuka satu per satu bungkusannya untuk mengetahui pepes apa gerangan yang terhidang.
Pepes jambal tentu saja jadi sasaran utama. Borehan bumbu yang tebal kecoklatan pada potongan ikan jambal terlihat memikat, belum lagi wangi kemangi yang khas. Jika selama ini hanya mencicipi jambal versi asin, kini waktunya menikmati versi jambal yang lebih segar.
Jambal ke Hongkong
Selain cita rasa rempahnya yang padat, yang sungguh istimewa dari jambal pepes ini adalah usapan aroma asap khas kayu bakar. Karakter asap ini terdeteksi saat daging jambal mulai terjun dari pangkal kerongkongan.
Sebelum dimakan, jika diendus saja, karakter asapnya malah belum terlalu moncer. Namun ketika jambal sudah mendarat di rongga mulut, kita akan tahu betapa pepes jambal ini membikin penikmatnya terkenang-kenang.
”Dalam sehari kami bisa habis satu kuintal ikan jambal. Di akhir pekan mah lebih dari itu,” ungkap Onih Sumarni, yang sudah 20 tahun bekerja di rumah makan ini.
Pepes sebenarnya teknik mengolah aneka bahan pangan dengan dibungkus daun pisang. Memasaknya bisa dikukus ataupun dibakar. Haji Dirja memillih cara pembakaran sehingga memberi bonus nuansa rasa asap yang istimewa. Adonan bumbu halus terlebih dahulu dimasak terpisah sebelum diborehkan ke bahan pangan yang hendak dipepes. Hal ini menurut Onih membuat pepes tak berair dan tahan lama.
”Ada pelanggan dari Hongkong pesan banyak pepes untuk dibawa ke sana. Sampai di Hongkong tetap bagus, enggak basi,” kata Onih.
Meski begitu, hati-hati terlena menikmati pepes, sebab dipastikan akan berimbas pada porsi nasi timbel lebih dari sebungkus. Belum lagi hasutan dari sambalnya yang provokatif. Meski sambal ini digoreng, tak tampak genangan minyak di permukaannya. Pedasnya pun legit.
Selain pepes jambal, pepes ikan peda yang dagingnya bersemu kemerahan akan sayang jika dilewatkan. Begitu pula dengan udang goreng dan ikan parai (wader) goreng. Udangnya berukuran kecil-kecil, namun gurihnya sungguh-sungguh menggemaskan. Udang air tawar ini diambil dari Sungai Citarum, dan hanya digoreng tanpa bumbu yang kompleks.
Di antara suapan demi suapan, tangan seperti didera ”panik” menjamah dari satu bungkusan pepes ke bungkusan berikutnya. Anda pun barangkali tak akan menaruh iba pada kucing liar di sekitar saung, yang merengek-rengek minta bagian. Tak perlu hirau, basuhlah dahulu kerongkongan dengan semangkuk sayur asem hangat yang menyegarkan. Baru kemudian beri jatah si kucing….
0 komentar :
Posting Komentar