Dari sisi nonfisik, seni tradisi—seperti macapatan, pencak macan, kedungdangan, dan seni lukis damar kurung—bisa menjadi magnet untuk menarik pengunjung.
Peserta temu pusaka Indonesia 2012 dan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) yang berkunjung ke Gresik Kota Lama, beberapa saat lalu, menilai Gresik layak menjadi kawasan wisata heritage (pusaka) Indonesia. Banyak bangunan di Gresik yang berdiri sejak tahun 1898 dan 1900-an.
Dalam jelajah pusaka Gresik (Gresik Heritage Trail), selain melihat seni arsitektur tempo dulu, peserta juga bisa menikmati kesenian tradisi Gresik, seperti pencak macan dan kedundangan. Wakil Bupati Gresik Mohammad Qosim pun mengenakan pakaian khas tempo dulu dan ikut menari bersama wisatawan asing.
Mereka juga dihibur dengan penampilan Abdur Rachman Chadery—disapa Amang Genggong—yang piawai memainkan harmonika. Cak Amang membunyikan harmonika tanpa handle dengan tiga suara sekaligus memeragakan gerakan pencak silat.
Peserta jelajah dan masyarakat Gresik bisa menikmati sajian kuliner Gresik tempo dulu dan makanan khas Gresik lainnya. Ibu-ibu yang berjualan lesehan pun mengenakan pakaian tempo dulu. Menu yang disajikan di antaranya sego krawu, endoek lompoer, sego roomo, icak-icak, kupat ketheg, masin keroepoek, arang-arang kambang, boeboer wadoek, oeboes, joewada-joeboeng, lepet sriekaya, dan loewo.
Jadi prototipe
Upaya pelestarian budaya tradisi dan bangunan kuno di Gresik akan dijadikan prototipe pelestarian pusaka. Pola sinergi antara Masyarakat Pecinta Sejarah dan Budaya Gresik (Mata Seger), pemilik bangunan kuno, warga sekitar, komunitas seni tradisi, perusahaan, dan pemerintah dinilai BPPI unik dan bagus. Tokoh-tokoh BPPI yang ikut Jelajah Pusaka Gresik antara lain Hashim Djojohadikusumo, Pia Alisjahbana, Heri Achmadi (anggota DPR), I Gede Ardhika (mantan Menteri Pariwisata era Abdurrahman Wahid), dan Luluk Sunarto.
Bangunan kuno di Gresik dinilai lebih menarik dibanding daerah lain di Indonesia. Kesenian tradisionalnya masih terpelihara, seperti pencak macan. Pelibatan kaum ibu menyajikan masakan tempo dulu. Kuliner khas Gresik juga diapresiasi.
Ketua Gresik Heritage Trail (Jelajah Pusaka Gresik) Kris Adji AW menyatakan kawasan Gresik Kota Lama layak masuk kawasan wisata pusaka. Upaya melestarikan aset cagar budaya dan seni tradisi dibangun dengan melibatkan pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. ”Warga mau mengecat sendiri bangunan kuno miliknya dan terbuka bagi peserta,” ujarnya. Kini terdata sekitar 350 dari 600-an bangunan kuno.
Bupati Gresik Sambari Halim Radianto sepakat agar bangunan kuno yang ada dan bernilai sejarah dilestarikan. Kalaupun dipugar tidak mengubah bentuk aslinya. Ia menceritakan bahwa Gresik adalah kota dagang yang sudah tua. ”Terbukti saat itu ada syahbandar sekaligus pedagang besar dari Gresik, Nyai Ageng Pinatih,” ujarnya.
Sisa kota lama juga dapat dilihat dari peninggalan beberapa rumah buatan tahun 1800 hingga 1911. Gaya arsitektur dan ornamen banyak yang masih asli, hanya sebagian saja yang sudah direnovasi, termasuk jadi rumah tinggal dan tempat usaha.
Kejayaan masa lalu
Gresik merupakan kota pelabuhan dan perdagangan yang berkembang sejak Nusantara menjadi titik simpul perdagangan internasional di kawasan timur Asia. Hal itu menyebabkan Gresik tumbuh dan berkembang dengan masyarakat multikultural dan multietnis.
Pegiat Mata Seger, Oemar Zainudin, menyebutkan, sejak zaman kerajaan Majapahit, Gresik sudah disebut-sebut sebagai salah satu prototipe kota tua. Perannya sebagai kota dagang mulai berkembang sejak pertengahan abad ke-14 seirama dinamika kota-kota dagang lainnya di Nusantara terkait dalam jaringan perdagangan dunia.
Pada jalur perdagangan, dari Maluku melintasi Laut Flores, Laut Jawa, Selat Malaka, Teluk Benggala, Pantai Coromandel dan Malabar di India, Gujarat, Persia diteruskan sampai ke Eropa, Gresik menjadi salah satu simpul perdagangan penting. Lahirnya Gresik sebagai kota dagang dunia dan kota pelabuhan didukung keberadaannya di pantai utara Laut Jawa selaku jalur utama perdagangan Nusantara dan internasional.
Gresik diapit oleh dua muara sungai besar, yaitu Bengawan Solo di sisi barat dan Kali Brantas di sisi timur. Ini menjadikan Gresik sebagai kota pelabuhan yang strategis sekaligus sebagai simpul sistem perdagangan regional yang menghubungkan daerah pedalaman Pulau Jawa dengan luar Jawa.
Goresan masa lalu itu di antaranya tecermin dari bangunan Masjid Jami’, gedung DPRD, kantor pos, rumah dinas wakil bupati, Gardu Suling, Gedung Limo, Gedung Gajah Mungkur, serta Kampung Kemasan. Setiap gedung punya nilai sejarah dan masih tetap terjaga.
Ketua Badan Pelestarian Pusaka Indonesia I Gede Ardika mengatakan, banyak yang harus dilakukan bangsa ini dalam melestarikan budaya secara nasional. Hal sederhana yang harus dilakukan setiap warga adalah menjaga identitas budaya masing-masing agar tak luntur. Selain itu, perlu mendorong interaksi, asimilasi, dan akulturasi antardaerah supaya mengindonesia.
Tahun ini Kota Gresik menjadi salah satu tujuan jelajah pusaka. Meskipun Gresik tak identik dengan tujuan wisata, kota ini sarat nilai sejarah dan sosial budaya, seperti Kampung Kemasan. Pada abad ke-19 kampung itu merupakan permukiman orang Eropa dan kaum pribumi yang mapan.
Kawasan itu bisa dikatakan basis perajin dan pedagang pribumi saat itu. Bangunan di dalam dan di sekitar lokasi ini memiliki arsitektur perpaduan antara corak Eropa, China, serta Timur Tengah.
Gresik menjadi titik simpul perdagangan internasional, terutama dari bangsa-bangsa Eropa dan Asia Tengah. Tome Pires, musafir Portugis (dalam H De Graaff the Piqeaud, Kerajaan Islam di Jawa), pada abad ke-16 menyaksikan transaksi perdagangan di Gresik sudah ramai. Kapal-kapal yang singgah berasal dari Banda, Gujarat, Siam, dan China.
Hal itu mendorong penduduk Gresik menjadi perajin dan pedagang. Sebagian besar perajin permata, kuningan, kulit (sandal, sepatu, terompah, sabuk, tas), tukang ukir, pandai besi, tukang peti, tukang jahit pakaian, kopiah, dan nelayan.
Jejak-jejak masa lalu kebesaran dan kemasyhuran Gresik itu diharapkan menjadi penyemangat melestarikan nilai budaya yang luhur dalam konteks kekinian. Nilai budaya, tradisi, dan kearifan lokal merupakan bagian dari pusaka yang harus dijaga selain bentuk fisik bangunan kuno, kitab kuno, atau benda pusaka lainnya.
0 komentar :
Posting Komentar