Menurutnya seiring dengan peningkatan ekonomi Indonesia saat ini, penyederhanaan tersebut dinilai perlu dilakukan. "Urgensinya sebagai negara maju kami memerlukan itu," ujar Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, seusai peringatan hari Oang RI, Selasa 30 Oktober 2012.
Agus menekankan yang terpenting dari wacana itu adalah pemahaman yang jelas di masyarakat terkait kebijakan tersebut. Dia menegaskan penyederhanaan itu hanya sebatas memangkas nominal rupiah, tanpa memotong nilai mata uang kebanggaan Indonesia tersebut.
Untuk itu, dalam proses perumusan rancangan undang-undang tersebut, dibutuhkan sosialisasi yang jelas pada masyarakat. Masa transisi yang dibutuhkan diharapkan tidak terlalu lama dan dampaknya terhadap perekonomian dapat diredam.
"Kami harus ingat, Indonesia itu luas dan mata uang rupiah digunakan di seluruh wilayah, jadi perlu sosialisasi," tandasnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, mengatakan, dibutuhkan paling lama tiga tahun masa transisi untuk penerapan kebijakan penyederhanaan mata uang tersebut.
"Jadi, ada masa di mana kedua uangnya aktif. Ada uang lama dan uang baru. Yang penting, pengertian dari pemakai bahwa uang yang ada itu sama nilainya," tambahnya.
Bambang menjelaskan, pada masa sosialisasi dan transisi tersebut, masyarakat tidak hanya diinformasikan secara lisan, tetapi diiringi oleh praktik di lapangan. "Misalnya mulai penerapan pada transaksi perdagangan," ujarnya.
Melalui upaya itu, dampaknya dalam memicu inflasi dapat diredam. "Itu yang bisa memicu inflasi. Nantinya masa transisi itu diperlukan untuk masyarakat agar belajar," tuturnya.
Konsekuensi lain, menurut Bambang, dengan penerapan kebijakan itu, pemerintah harus mengeluarkan mata uang baru yang lebih kecil besarannya. Seperti uang receh yang selama ini sudah tidak diproduksi pemerintah. "Nantinya uang logam akan banyak muncul lagi, untuk satuan yang lebih kecil," ungkapnya.
Rencana ini didorong untuk masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Kiagus Ahmad Badaruddin, mengungkapkan, kebijakan ini merupakan salah satu fokus pemerintah.
Kiagus menjelaskan, saat ini, surat pengajuan rancangan undang-undang (RUU) terkait redenominasi itu sudah diajukan ke Kementerian Hukum dan HAM. Selanjutnya, akan diproses pada Badan Pembinaan Hukum Nasional di kementerian tersebut, lalu diusulkan ke Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat.
"Nanti, baru ditetapkan mana-mana yang masuk Prolegnas. Setelah itu, baru diumumkan yang masuk Prolegnas apa-apa saja," ungkapnya.
Industri Keuangan Mendukung
Ketua Umum Persatuan Bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menyambut baik rencana penyederhanaan atau redenominasi yang akan masuk ke Prolegnas tahun 2013 mendatang. Hal itu membawa manfaat karena masyarakat akan lebih mudah bertransaksi karena angka nol berkurang tiga.
"Di struk transaksi belanja juga lebih simpel, banyak positifnya," kata Sigit di acara Kongres Perbanas, Jakarta, Rabu 31 Oktober 2012.
Bankir yang lain, yaitu Wakil Direktur Utama Bank Permata Herwidyatmo juga mengamini pendapat Sigit. Menurutnya penyederhanaan itu akan membuat administrasi keuangan lebih efisien. Mantan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) itu menyarankan agar sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan secara menyeluruh. Mengingat hal ini menyangkut kepentingan banyak pihak.
Menurutnya langkah penyederhanaan rupiah ini memiliki dampak psikologis tidak mudah, sehingga harus dibicarakan dengan banyak pihak. "Bagaimana langkah demi langkahnya atau step by step," tambahnya.
Masalah sosialisasi inilah yang menjadi perhatian utama dari semua kalangan. Sigit mencotohkan jika sosialisasi bagus, Indonesia bisa meniru Turki yang sukses melakukan redenominasi. Terutama sosialisasi bukan berarti memotong nilai rupiah.
Ekonom Center for Information and Development Studies (CIDES) sekaligus Kepala Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) Umar Juoro menilai pemerintah kurang sosialisasi terkait rencana penyederhanaan mata uang atau redenominasi.
"Soalisasinya masih kurang, kalau manfaat semua setuju, tapi khawatir dampaknya akan terjadi seperti kenaikan harga," ujarnya.
Umar mengaku hingga saat ini masih banyak masyarakat dan para pemangku kepentingan yang belum mengerti tentang redenominasi. Untuk itu perlu diperhatikan aspek politik dan sosialnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh pengamat perbankan Aviliani. Penting untuk membedakan redenominasi dengan pemotongan nilai mata uang atau sanering yang pernah dilakukan.
Ide Lama
Masalah redenominasi merupakan wacana lama yang tak kunjung dibahas serius. Adalah Gubernur BI Darmin Nasution yang pertama kali menggulirkan isu tersebut pada Agustus 2010. Rencana itu memicu kontroversi di masyarakat, ada yang setuju ada yang tidak karena masih trauma dengan pengalaman sanering pada 1959. Wakil Presiden Boediono lalu memerintahkan bank sentral untuk membuat kajian menyeluruh agar bisa diputuskan oleh pemerintah. Bank sentral kemudian akhirnya cooling down dan berkonsentrasi menyelesaikan kajian agar tak memicu kepanikan masyarakat.
Setelah lama tak terdengar, ide itu kembali muncul setelah Darmin mengatakan kajian RUU itu telah final di tangan bank sentral dan sudah diserahkan pemerintah untuk dibahas. Pernyataan Darmin itu disampaikan setelah acara Bankers Dinner, pada Desember 2011.
Secara umum, kata Darmin, draf yang diserahkan kepada pemerintah tak banyak berubah seperti rencana awal yang pernah disampaikan. Satu hal yang pasti, bank sentral menyarankan menghilangkan angka tiga nol, sehingga Rp1.000 menjadi Rp1. Besaran di bawah Rp1.000 akan diubah menjadi sen.
Darmin menilai pecahan mata uang terbesar di Indonesia, Rp100.000, nilainya tak cukup besar. Dia memberikan pembanding, pecahan mata uang dolar Amerika yang paling banyak digunakan di pasar adalah US$100, atau bernilai sama dengan Rp900.000.
Jika pembahasan RUU Redenominasi dilakukan pada 2012, maka sejak itu akan dimulai sosialisasi hingga dua tahun. Sesudah itu akan dilakukan masa transisi selama tiga tahun. Pada periode itu, harga barang akan ditulis dengan dua harga berbeda, mata uang baru dan lama. Masyarakat juga menggunakan dua mata uang lama dan baru. Ketika itu, BI akan mengganti mata uang lama yang rusak dengan mata uang baru.
Tahap ketiga, setelah masa transisi, mata uang rupiah lama akan benar-benar habis. Tahap keempat, yang akan dijalankan 7-10 tahun, adalah menggunakan mata uang baru dengan nilai uang lebih kecil, termasuk sen. Rencana RUU yang akan dibahas pada 2012 itu ternyata tak masuk Prolegnas, sehingga tak dibahas tahun ini. Rencananya pemerintah akan memasukkan RUU Redenominasi itu akan dibahas pada 2013.
0 komentar :
Posting Komentar